Berbagai reaksi yang menentang pembangunan gedung baru DPR RI terus bermunculan. Tidak melalui demonstrasi pengerahan massa, sejumlah seniman mengekpresikan penolakan gedung baru DPR mereka melalui karya lukisan dengan berbagai simbolisasi.
Setidaknya terdapat delapan pelukis mengekspresikan kekecewaan mereka atas berlanjutnya pembangunan gedung baru. Salah satunya karya Hardi. Pelukis asal Blitar itu mengibaratkan gedung DPR sebagai wc umum terbesar di dunia. "Siapapun boleh (maaf) berak di sini, karena DPR sudah tidak mendengar suara kita," kata Hardi.
Lukisan Hardi itu menggambarkan gedung DPR lengkap dengan desain gedung baru sebagai latar belakang. Di halaman gedung DPR itu, Hardi menggambarkan puluhan orang dengan ekspresi mirip patung The Thinker karya Auguste Rodin. Jika The Thinker yang sebenarnya adalah patung dengan ekspresi berpikir, Hardi menggambarkan karya Rodin itu tengah duduk di sebuah toilet.
Pelukis yang pernah dipenjara di era Presiden Soeharto itu menyatakan, anggota dewan dengan mudahnya menghambur-hamburkan uang dari rakyat. Rencana pembangunan gedung baru DPR hanyalah sebagian dari penghamburan uang rakyat. "Belum lagi kunker (kunjungan kerja) yang hanya membohongi rakyat. Rakyat cari Rp 50 ribu saja susah," sorotnya tajam.
Lain halnya dengan karya Kasiman Lee. Pelukis asal Komunitas Pelukis Kota Wisata (Kompeta) ini menggambarkan DPR sebagai persinggahan rayap. Kasiman menggambar atap gedung Nusantara I dengan simbol ratusan uang kertas. Di sekelilingnya, Kasiman menggambar puluhan ekor rayap yang menggerayangi tumpukan uang di atap gedung yang sering disebut gedung kura-kura itu.
"Rayap itu ibarat anggota DPR. Mereka cuma singgah di (DPR) sini karena untuk mencari uang," kritik Kasiman. Sosok Rayap, kata Kasiman, jauh lebih berbahaya dibandingkan tikus. "Kalau tikus jorok, tapi lebih ganas rayap karena tidak bisa dibasmi," tandasnya.
Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional Teguh Juwarno menilai aksi itu adalah untuk mengingatkan DPR. Dengan fasilitas wah yang didapat, anggota DPR harus siap mendapatkan teguran dan caci maki dari masyarakat. "Artinya ini itikad baik, DPR tidak boleh tutup telinga," kata Teguh.
Dengan teguran itu, lanjut Teguh, menandakan bahwa masyarakat masih percaya bahwa DPR bisa berubah. DPR harus menunjukkan kinerjanya lebih baik lagi. Berbagai kritikan harus dipandang sebagai masukan yang nantinya menjadi bahan evaluasi. "Kurangi juga intensitas kunker," ujarnya sependapat.
Anggota Fraksi Partai Demokrat Ruhut Sitompul juga berpendapat sama. Aksi para pelukis itu adalah bentuk kritik masyarakat kepada DPR. Tugas dari DPR untuk menampung semua suuara rakyat dalam bentuk dan ekspresi apapun. "Seniman itu kan berbicara dengan hati. Kita wakil rakyat harus menampung semua keluhan," ujarnya.
Gedung DPR yang jadi WC umum
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar